Sastra Siber dalam Inovasi: Menantang Konvensi dan Membuka Ruang Baru bagi Eksperimen Sastra

Diposting pada

Karya sastra menurut Wellek dan Warren adalah proses kreatif yang melahirkan sebuah karya seni yang memiliki nilai estetika di bagian dalamnya. Dalam pendapat lain, A. Teeuw menyebutkan karya sastra adalah sebuah proses konkretisasi yang diadakan terus-menerus oleh (lingkungan) pembaca yang susul-menyusul dalam waktu atau berbeda-beda menurut situasinya. Ini artinya kesastraan memiliki konteks yang luas, dimana menyediakan rangka untuk resepsi dan untuk produksi. Sebab karya sastra menjadi balasan atau jawaban atas tuntutan-tuntutan yang diajukan berdasarkan situasi sejarah, baik untuk penulis, pengkritik sastra, dan pembaca umum. Demikianlah karya sastra memiliki peran fungsional yang menjadi faktor dalam evolusi kesastraan dan kemasyarakatan. Hal-hal yang berkaitan dengan evolusi ini, kemudian menjadi pergerakan pada karya sastra dalam perkembangannya. Bahwa karya sastra dapat menjadi cermin kehidupan manusia dan masyarakat di berbagai zaman dan tempat. 

Perkembangan karya sastra terus berkembang di era informasi berbasis teknologi digital saat ini. Selanjutnya, perkembangan teknologi tersebut menjadikan penulisan karya sastra mulai merambah ke dunia maya. Evolusi ini menjadi perhatian lebih bagi para penulis, pengkritik, maupun pembaca, dimana menciptakan ruang gerak ke arah yang lebih modern dan memberikan kemudahan dalam kontribusinya, mengikuti pesatnya perkembangan teknologi komputer dan internet. Kemunculan karya sastra ke dunia maya ini kemudian disebut sebagai sastra siber. Sebagai karya sastra yang terlibat langsung dengan teknologi media online dalam publikasinya.

Sastra siber adalah sastra yang menggunakan media digital dan interaktif sebagai sarana ekspresi. Sastra siber lahir seiring dengan kemajuan teknologi dan kreativitas penulis. Eksistensi keberadaan sastra siber menawarkan peluang dan tantangan bagi perkembangan sastra, khususnya di Indonesia. Kemudian, hal yang membedakan sastra siber dengan sastra digital, yaitu sastra yang menggunakan teknologi digital sebagai sarana produksi, distribusi, dan konsumsi. Dia juga mengkaji tentang fiksi populer, yaitu sastra yang ditujukan untuk pasar massa dan mengandung unsur hiburan.

Neuage dalam bukunya yang berjudul Influence of the World Wide Web on Literature (1997) menyebutkan bahwa sastra siber diperkirakan lahir untuk pertama kalinya pada tahun 1990, namun baru semenjak tahun 1998 mulai mencapai popularitasnya. Selanjutnya, komunitas-komunitas sastra siber banyak bermunculan dengan memanfaatkan teknologi seperti situs, mailing list (milis), forum, dan kini juga blog. Sastra siber merupakan fenomena yang menarik dan sangat penting dalam dunia sastra. Tentunya, sastra siber juga memberikan kontribusi bagi perkembangan budaya dan masyarakat. Dengan hakikatnya yang dapat menjangkau pembaca lebih luas dan beragam, artinya sastra siber dapat dinikmati hingga ke luar negeri. Model ini menjadi kebutuhan besar para penggiat sastra untuk berkarya dan mempublikasikan karyanya hingga menemukan titik terang dengan adanya internet sebagai ruang sosialisasi tanpa batas.

Perkembangan sastra siber di Indonesia kemudian mulai dikenal oleh masyarakat di akhir tahun 1990-an dan ditandai dengan peluncuran buku antologi puisi siber berjudul Graffiti Gratitude pada tanggal 9 Mei 2001 di Puri Jaya, Hotel Sahid, Jakarta yang digawangi oleh Sutan Ikwan Soekri Munaf, Nanang Suryadi, Nunuk Suraja, Tulus Widjarnako, Cunong, dan Medy Loekito. Mereka tergabung dalam satu yayasan yaitu Yayasan Multimedia Sastra (YMS). Kemunculan buku tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat yang bergelut di bidang sastra, bahkan peluncuran antologi ini sempat mengundang kritikan, baik terhadap wujud bukunya maupun terhadap kualitas puisinya. Sejak munculnya keragaman bentuk-bentuk sastra siber yang semakin menjamur, anggapan sastra siber dalam kancah kesusastraan Indonesia mulai ditanggapi dan diapresiasi secara berbeda-beda. Ada yang menanggapi secara positif, namun juga tidak jarang yang melontarkan pendapat negatif. Kendati demikian, yang perlu disadari bahwa karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan, sejatinya berasal dari proses interaksi sosial antara pegiat sastra dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, keberadaan sastra siber juga akan melibatkan konstruksi masyarakat yang tengah terjadi beserta isu permasalahan yang melengkapinya. Artinya, perkembangan ini memang muncul dari inovasi yang diciptakan dimana berbagai khalayak memang dapat menggunakan dan hal-hal sekitar juga akan dilibatkannya.

Sebagai media publikasi dan sarana berkreasi untuk mampu melahirkan karya sesuai dengan perubahan masyarakat pada saat ini. Salah satu peluang yang ditawarkan oleh sastra siber adalah inovasi. Sastra siber memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi berbagai mode komunikasi, seperti teks, gambar, suara, video, animasi, dan hyperlink. Sastra siber memungkinkan penulis untuk berkolaborasi dan berinteraksi dengan pembaca hingga penulis lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sastra siber juga memberi kesempatan penulis untuk menciptakan karya yang nonlinear, multi-sekuensial, hipertextual, dan multimedial. Ini berarti karya sastra siber tidak harus mengikuti urutan ruang dan waktu, juga logika yang biasa. Penulis dapat memilih dan menggabungkan berbagai elemen sastra, seperti karakter, latar, alur, tema, dan gaya. Penulis juga dapat memberikan pilihan terkait genre karya kepada pembaca, sehingga pembaca mendapat lebih banyak kesempatan dalam membaca banyak genre. 

Berkenaan dengan berbagai elemen yang bisa terciptakan, sastra siber akan memiliki tantangan pada hal tersebut. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sastra siber adalah konvensi. Dengan seringnya sastra siber dalam menyesuaikan diri pada perkembangan teknologi dan kebutuhan pembaca. Sastra siber juga menghadapi tantangan konvensi dalam hal kualitas, kredibilitas, dan keaslian karya, sehingga harus menjaga kualitas dan orisinalitas karya, serta menghindari plagiat dan duplikasi. Dalam kualitas karya, sastra siber sering dianggap sebagai sastra yang rendah, tidak serius, dan tidak memiliki nilai estetika dalam menjadi karya sastra. Hal ini disebabkan oleh kurangnya proses penyuntingan, penilaian, dan seleksi yang biasanya dilakukan oleh penerbit atau media cetak. Sastra siber cenderung mengikuti tren pasar dan selera masa, sehingga mengorbankan orisinalitas dan kematangan ide. Beberapa penulis sastra siber juga kurang memperhatikan aspek-aspek teknis seperti ejaan, tanda baca, dan tata bahasa, yang dapat mengurangi kualitas karya mereka. Kemudian kredibilitas penulis sastra siber, yang memungkinkan siapa saja untuk menjadi penulis, tanpa harus memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman, atau reputasi yang teruji. Hal ini dapat menimbulkan keraguan dan kecurigaan bagi pembaca, apakah penulis sastra siber benar-benar memiliki kompetensi, integritas, dan tanggung jawab dalam menulis. Sastra siber juga rentan terhadap plagiarisme, penjiplakan, dan penyalahgunaan hak cipta, yang dapat merusak citra dan karya penulis sastra siber. Oleh sebab kredibilitas penulis yang bisa memungkinkan hal tersebut terjadi. Sederhananya, kredibilitas penulis juga menjadi tolok ukur dalam tanggung jawab penulis, terkait karya-karya yang dilahirkan. Selain itu, dalam hal keaslian karya, sastra siber sering dianggap sebagai sastra yang tidak memiliki kebaruan, keunikan, dan keberanian dalam menyampaikan pesan dan gagasan tulisan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya karya sastra siber yang meniru, mencontek, atau mengadaptasi karya sastra lain, baik dari media cetak maupun dari sastra siber itu sendiri. Sastra siber dapat dianggap cenderung mengandalkan formula, klise, dan stereotip yang sudah umum dan populer, sehingga menghilangkan kekhasan dan keragaman sastra siber.

Tantangan konvensi sastra siber rupanya tidak memutus harapan dalam berkarya pada dunia siber. Sebab sastra siber memang membuka ruang baru dalam eksperimen sastra, karena sastra siber memanfaatkan teknologi digital, oleh sebab itu mampu menjadi media dan sarana kreatif dalam dunia sastra. Sebagai kesempatan yang menawarkan pengalaman sastra yang berbeda dan menarik bagi pembaca dan penulis. Sastra siber dapat senantiasa menjadi wadah yang berkembang bagi para penulis untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan ide-ide, imajinasi, dan emosi mereka dengan cara-cara yang baru dan inovatif. Eksperimen sastra dalam sastra siber antara lain seperti, aktivitas sastra yang menggunakan komputer atau internet sebagai media penyalurannya. Sehingga sastra siber hadir sebagai cabang sastra yang tidak terelakkan, karena perkembangan teknologi digital yang semakin pesat dan luas. Sastra siber tidak hanya berupa teks, tetapi juga dapat berisi gambar, suara, video, animasi, dan lain-lain, yang dapat meningkatkan daya tarik dan keterlibatan pembaca, karena caranya yang makin beragam. Sastra siber juga berbeda dari sastra cetak, karena sastra siber memiliki karakteristik sibernetika, yaitu adanya kontrol, komunikasi, dan umpan balik antara penulis, pembaca, dan karya dari manapun. Sastra siber memiliki karakteristik digital, yaitu adanya kemampuan untuk menyimpan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi dengan cepat dan mudah. Karakteristik lain yang dimiliki sastra siber adalah hiperteks, yaitu adanya kemungkinan untuk membuat hubungan antara teks-teks yang berbeda, baik secara linear maupun non-linear. Terakhir, sastra siber memberikan kesempatan bagi para penulis untuk berkreasi di bidang sastra tanpa batasan ruang dan waktu, serta mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan pembaca. Sastra siber memberikan tantangan bagi para penulis untuk meningkatkan kualitas, kredibilitas, dan keaslian karya mereka, serta menghormati hak dan kewajiban sebagai penulis sastra. Sastra siber juga memberikan peluang bagi para penulis untuk mengeksperimen dengan berbagai genre, bentuk, dan gaya sastra, serta mengintegrasikan unsur-unsur dari bidang lain seperti musik, seni, matematika, sains, dan lain-lain. Dalam artian, baik penulis, pembaca, maupun kritikus sastra selalu memiliki kesempatan untuk berkembang dan bereksplorasi melalui sastra siber ini.

Hal-hal seputar sastra siber dalam inovasi yang menantang konvensi dan membuka ruang baru bagi eksperimen sastra. Telah menjelaskan bentuk pengertian, karakteristik, tantangan sastra siber, hingga potensi eksperimen karya sastra. Harapannya, dapat memberikan beberapa saran dan rekomendasi bagi para penulis sastra siber untuk meningkatkan kualitas, kredibilitas, dan keaslian karya mereka, serta bagi pembaca maupun kritikus sastra dapat menghormati hak dan kewajiban sebagai penulis sastra, hingga menjadi komponen yang saling melengkapi dalam perkembangan dunia sastra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *