Dulu kita adalah musim semi,
Bunga mekar di setiap sudut hati.
Kau janji langit, aku bumi,
Mengakar dalam, tak ingin pergi.
Namun waktu tajam bagai pisau,
Memahat retak pada cinta yang kau bawa.
Masuklah dia, si tamu tak diundang,
Menggenggam hatimu yang dulu kupeluk tenang.
Dia menyanyikan lagu yang kukenal,
Nada yang pernah jadi irama kita.
Namun kali ini, bibirmu menari bersamanya,
Menghapus jejak janji yang pernah ada.
Katamu, “Ini bukan salah siapa-siapa,”
Ah, klasik sekali pembelaannya.
Bagaimana kau lupa, di setiap senyum kita,
Aku adalah alasanmu memulai cerita?
Kini aku menyaksikan cinta berpindah rumah,
Berjalan ke arah yang bukan aku.
Dan kau, dengan wajah tanpa dosa,
Menganggap luka ini hanya angin lalu.
Namun biarlah, aku bukan penantang,
Untuk hati yang sudah berlabuh ke lain dermaga.
Kukemas kenangan, kukubur rasa,
Tapi satu hal yang pasti kau kehilangan lebih dari aku yang terluka.
Jangan khawatir, aku takkan berdoa buruk,
Biar takdir yang bicara lebih lantang.
Karena meski hujan sempat membasahi kita,
Aku tahu, awan kelabu hanya menantimu di sana.